Sebuah kabar
mengejutkan perihal bubarnya salah satu website legendaris tanah air, yaitu
"mojok(dot)co" sempat membuat para pembaca setianya bingung
kelimpungan, serta galau gundah gulana. Hal tersebut mungkin cukup wajar karena
mojok.co dapat dikatakan sebagai salah satu media alternatif paling diminati di
dunia maya, pada masanya. Artikel-artikelnya yang agak nyeleneh, nakal,
menggelitik, dan tak jarang mampu menginspirasi adalah alasannya.
Para pembaca setia dan
penulis-penulisnya tentu sempat bingung kira-kira kemana semua artikel-artikel
yang pernah diterbitkan oleh mojok.co akan dilabuhkan. Ada ratusan artikel yang
sudah terbit di sana, apa iya 'dibumihanguskan' begitu saja? Beberapa pembaca
memutuskan untuk menyimpan, copy-paste, save ke microsoft word sebagai
kenang-kenangan, tak terkecuali saya.
Satu-satunya artikel
yang saya save adalah artikel yang merupakan salah satu karya dari mbak Fransisca Agustin, yang
berjudul:
"Tuhan,
Maafkan Kami yang Tidak Bisa Mencari Pekerjaan Halal 100%"
Alasan mengapa saya
memilih artikel ini adalah karena menurut saya ini adalah salah satu artikel
paling 'ngena' yang pernah saya baca di dunia maya.
Setelah membacanya, entah, saya semakin merasa bahwa salah satu kunci penting
ketenangan hidup, ketentraman batin, atau mungkin perdamaian dunia (?) ada pada
pengaplikasian sifat "Tawadhu".
Tawadhu, secara
sederhana dapat diartikan sebagai "Rendah Hati" atau "Tidak
Sombong". Yap,
buat apa sombong dan tinggi hati? Apa iya hidup kita sudah benar? Boleh jadi
kita memang punya uang banyak dan karir yang cemerlang nan 'mentereng ngejreng'
tapi apa iya Tuhan ridho dengan semua itu? Jangan-jangan malah
menjadi beban buat di akhirat kelak?
Mungkin itulah mengapa
Tuhan memerintahkan kita untuk berzakat dan bersedekah, sebagai sarana berbagi
terhadap sesama manusia dan menyucikan harta. Namun, jika pun kita telah
melaksanakan kegiatan berzakat dan bersedekah, apakah kita masih boleh bersombong
ria? Saya rasa tetap tidak. Ya, kembali ke paragraf sebelumnya, karena kita
tetap tidak dapat mendaku sebagai orang paling benar di dunia. CMIIW.
Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang
tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang
yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6:
304)
Sudah-sudah… sebelum
saya dikira pemuka agama dan berdatangan job-job untuk naik mimbar di khotbah Jumat,
mari kita simak saja bersama isi artikel dari mbak Fransisca Agustin yang saya
maksudkan! Selamat membaca :D
=================================================================
Bagaimana mungkin kami
harus memeriksa semua itu sebelum menerima job? Berapa banyak keluarga
pengantin yang benar-benar rezekinya 100% bersih, tak terkait sedikitpun dari
masalah negeri ini?
By Fransisca Agustin
Posted on 15 June 2016
Tuhan yang Maha
Pengasih dan Maha Pengampun…
Di bulan Ramadhan yang
penuh berkah dan ampunan ini, hamba ingin memohon maaf. Sebetulnya sudah lama
hamba menyimpan kegelisahan ini, tapi hari ini begitu tak tertahankan.
Tuhan… seumur hidupku
aku selalu berusaha menjalankan perintahMu, termasuk dengan sangat hati-hati
memilih pekerjaan yang jujur dan jauh dari mencelakakan orang lain, juga alam
semesta. Aku memilih pekerjaan sebagai pemusik, pekerjaan yang dekat dengan doa
dan meditasi. Harpa dan kecapi.
Dalam setiap
dentingnya, aku mengingatMu. Dalam setiap nada, aku memanjatkan doa dan puji.
Baik ketika aku memainkan lagu gereja, lagu kelenteng, maupun Asmaul Husna. Aku
menemukan kedalaman emosi dan spiritual antar manusia, baik ketika aku
memainkan musik klasik, pop, melayu, country, ballad, blues, jazz, etnik
Indonesia dan dunia, bahkan rock dan dangdut. Bahagia tak terkira jika aku bisa
membuat tim musik dan pendengar berbahagia.
Tapi aku baru sadar,
pekerjaanku ternyata tidak sepolos, sebersih, dan se-inosen yang aku kira…
Beberapa kali aku
mendapat job di acara Dinas Pendidikan, juga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Selesai main, aku diberi kertas absen yang aku harus tanda tangani. Aku
terkejut sekali ketika aku harus mengisi tiga kolom akomodasi dan konsumsi
untuk 3 hari, padahal aku hanya main satu kali. Lalu kuitansi yang aku
tandatangani, juga kuitansi kosong! Tidak ada angka nominal di sana. Tapi aku
diam saja karena honornya lumayan. Apakah itu berarti aku turut andil korupsi,
ya Tuhan? Ah…
Itu baru satu contoh,
Tuhan…
Bulan lalu, misalnya.
Aku hanya diberitahu bahwa jobnya adalah acara gathering di BSD. Ternyata,
gathering semen SCG! Tadinya aku berkilah, itu perusahaan Thailand. Paling
tidak, tidak merusak alam di Indonesia. Alamak, beberapa minggu kemudian aku mendengar
protes pabrik SCG di Sukabumi yang merusak karst Gunung Guha dan polusinya
mengganggu warga serta membuat gagal panen – anak usaha perusahan SCG ternyata
PT Semen Jawa! Berhari-hari aku menghibur diri, di websitenya mereka menyatakan
pabrik mereka ramah lingkungan. Mungkin saja mereka benar, meskipun rakyat
ngotot “SCG bohong Go Green”.
Ah, apakah tiap kali
aku harus riset panjang dulu sebelum menerima job manggung? Apakah kami semua
pekerja di acara gathering ini, ikut andil mendukung kerusakan lingkungan?
Semua pemusiknya, kru sound sistemnya, kru dekorasinya, sampai para pelayan,
satpam, petugas kebersihan dan supir bis carteran yang mengantar kami, ikut
“tertular dosa SCG”? Celaka…
Lalu dua minggu lalu,
aku main di acara pelantikan DPP Golkar Jabar di Sentul. Aku tahu, para
politikus di Indonesia masih jauh dari bersih. Aku menelan kekesalan, duduk di
panggung paling depan menghadap penonton, dan melihat orang-orang di jajaran
paling depan.
Di sana kulihat, salah
satunya ada Nurdin Halid, mantan Ketum PSSI yang pernah dipenjara karena kasus
penyelundupan gula impor. Lalu ada Agung Laksono, yang merupakan pendukung
program nuklir Iran dan salah satu pendiri Adam Air yang menewaskan seluruh 102
penumpang pesawat tahun 2007 lalu. Beliau juga komisaris utama perusahaan
batubara di Bitung, sahabat Sinar Mas yang menjadi pembela ketika Singapura
protes asap dari Sumatera dan Kalimantan, mantan Menpora dan mantan Menko Kesra.
Oh iya, ternyata
beliau juga yang mendukung Ratu Atut dulu di kepengurusan Golkar. Berarti juga
andil dalam kasus korupsi Ratu Atut yang membuat anak-anak sekolah Banten harus
ke sekolah dengan jembatan-jembatan gantung rusak yang berbahaya. Haduh…
Yang paling menyayat
hati adalah harus bertepuk tangan ketika Setya Novanto pidato. Sang ketua umum
baru, yang terkait kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60.000 ton,
kasus E-KTP senilai 300 miliar, kasus penyelundupan limbah beracun B-3 di Pulau
Galang Batam, kasus korupsi PON Riau, serta kasus pencatutan nama Presiden
Jokowi dalam pertemuan dengan Freeport.
Ya Tuhan, apakah kami
semua, para pekerja pelantikan DPP Golkar Jabar, dari kru panggung dancleaning
service venue sampai supplier katering, PKL dan nasi padang untuk makanan kru,
pembuat baliho dan kaos, juga pegawai hotel tempat pejabat menginap, dengan
demikian juga ikut bertanggungjawab untuk semua kasus korupsi dan penderitaan
rakyat itu? Apakah keluarga pekerja juga dihitung makan uang haram?
Apakah lebih bersih
job kawinan saja? Tapi bagaimana kalau keluarga pengantin adalah keluarga
koruptor? Atau supplier bisnis koruptor, misalnya toko besi dan pekerja
bangunan yang turut serta pembangunan sarana PON yang bermasalah (jangan lupa
warung di sekitar proyek), atau sesederhana teller cabang pembatu dari bank yang
memberikan pinjaman untuk industri yang merusak lingkungan, atau guru les
privat anak koruptor, atau dokternya, atau petani dan peternak yang hasilnya
dimakan keluarga koruptor?
Bagaimana mungkin kami
harus memeriksa semua itu sebelum menerima job? Berapa banyak keluarga
pengantin yang benar-benar rezekinya 100% bersih, tak terkait sedikitpun dari
masalah negeri ini?
Belum lagi sebagai
anggota BPJS, kami harus membuka rekening di BNI/BRI/MANDIRI agar bisa bayar
iuran melalui ATM.
Lalu kami harus
bagaimana??
Maafkan kami, ya
Tuhan… Mohon ampunan dan petunjukMu…
Tertanda, hambaMu yang
benar-benar bingung.